Berpulangnya Duc Prinz Louis de Broglie, fisikawan teori Perancis,
bulan Maret lalu pada usia 94 tahun, mengakhiri kehadiran perintis teori
kuantum yang hidup di tengah kita. Mereka adalah pendobrak ilmu dengan
gagasan-gagasan revolusioner pada awal abad ini yang memberi wajah
baru bagi fisika, guna memahami alam atom yang mini. Ini, pada
gilirannya, membuka jalan ke berbagai temuan teknologi menakjubkan,
seperti transistor dan laser, yang tidak diduga sebelumnya. Untuk
mengenang perintis kuantum terakhir ini, tulisan berikut mencoba
memberi gambaran sekilas tentang karya dan biografinya.
Adalah Max Planck (1858-1947), ilmuwan fisika teori Jerman, yang
mencetuskan gagasan awal tentang teori kuantum. Ini lahir dari upayanya
untuk menjelaskan teka-teki fisika yang berkaitan dengan pancaran
tenaga (energi) gelombang elektromagnet oleh benda (hitam) panas.
Pemecahannya ia temukan pada 1901 dengan anggapan bahwa “tenaga
gelombang elektromagnet dipancarkan dan diserap bahan dalam bentuk
catu-catu tenaga (diskrit) yang sebanding dengan frekuensi gelombang
elektromagnet”.
Catu tenaga ini disebutnya kuanta (latin: sekian banyak: kuantum,
bentuk tunggalnya). Dengan demikian, tahun 1901 dicatat sebagai awal
bergilirnya bola teori kuantum. Namun, para fisikawan seangkatannya
memandang gagasan Planck ini tidak mempunyai makna fisika yang jauh
melainkan sekadar sebagai suatu kiat matematika belaka.
Empat tahun kemudian, pemuda Albert Einstein (1879-1955) mencatat
dirinya sebagai orang pertama yang menerapkan gagasan Planck lebih jauh
dalam fisika. Salah satunya, berkaitan dengan “efek fotolistrik”, yaitu
teka-teki terbebaskannya elektron-elektron dari permukaan logam bila
disinari cahaya (gelombang elektromagnet).
Penjelasannya, karena elektron-elektron itu ditumbuk dan ditendang
keluar oleh kuanta-kuanta cahaya yang berperilaku sebagai partikel
(zarah). Kuanta cahaya ini disebut Einstein, foton. Dengan demikian,
cahaya (gelombang elektromagnet) yang mulanya dipandang sebagai
gelombang, kini diperlakukan pula sebagai partikel oleh Einstein.
Bahwa foton menumbuk elektron, seperti halnya tumbukan dua bola
bilyard, kemudian dibuktikan dengan percobaan oleh Arthur H. Compton
(1892-1962) dari Amerika Serikat pada 1923, yang mengabadikan namanya
dengan peristiwa itu.
Gelombang partikel
Gagasan foton Einstein kemudian diterapkan Louis de Broglie pada 1922,
sebelum Compton membuktikannya, untuk menurunkan Hukum Wien (1896). Ini
menyatakan bahwa “bagian tenaga elektromagnet yang paling banyak
dipancarkan benda (hitam) panas adalah yang frekuensinya sekitar 100
milyar kali suhu mutlak (273 + suhu Celsius) benda itu”. Pekerjaan ini
ternyata memberi dampak yang berkesan bagi de Broglie.
Pada musim panas 1923, de Broglie menyatakan, “secara tiba-tiba muncul
gagasan untuk memperluas perilaku rangkap (dual) cahaya mencangkup pula
alam partikel”. Ia kemudian memberanikan diri dengan mengemukakan
bahwa “partikel, seperti elektron juga berperilaku sebagai gelombang”.
Gagasannya ini ia tuangkan dalam tiga makalah ringkas yang diterbitkan
pada 1924; salah satunya dalam jurnal vak fisika Perancis, Comptes
Rendus.
Penyajiannya secara terinci dan lebih luas kemudian menjadi bahan tesis
doktoralnya yang ia pertahankan pada November 1924 di Sorbonne, Paris.
Tesis ini berangkat dari dua persamaan yang telah dirumuskan Einstein
untuk foton, E=hf dan p=h/. Dalam kedua persamaan ini, perilaku yang
“berkaitan” dengan partikel (energi E dan momentum p) muncul di ruas
kiri, sedangkan ruas kanan dengan gelombang (frekuensi f dan panjang
gelombang , baca: lambda). Besaran h adalah tetapan alam yang ditemukan
Planck, tetapan Planck.
Secara tegas, de Broglie mengatakan bahwa hubungan di atas juga berlaku
untuk partikel. Ini merupakan maklumat teori yang melahirkan gelombang
partikel atau de Broglie. Untuk partikel, seperti elektron, momentum p
adalah hasilkali massa (sebanding dengan berat) dan lajunya. Karena
itu, panjang gelombang de Broglie berbanding terbalik dengan massa dan
laju partikel. Sebagai contoh, elektron dengan laju 100 cm per detik,
panjang gelombangnya sekitar 0,7 mm.
Tantangan
Tesis ini kemudian diterbitkan pada awal 1925 dalam jurnal vak fisika Perancis, Annales de Physique.
Namun, luput dari perhatian para fisikawan. Bahkan, para penguji de
Broglie hanya terkesan dengan penalaran matematikanya tetapi tidak
mempercayai segi fisikanya.
Promotornya, Paul Langevin (1872-1946), kemudian mengirimkan satu kopi
kepada Einstein di Berlin, yang ternyata memberi rekasi mendukung. Ia
memandangnya lebih daripada permainan matematika dengan menekankan
bahwa gelombang partikel haruslah nyata. Berita ini kemudian ia teruskan
kepada Max Born (1882-1970), fisikawan teori Jerman, di Gottingen.
Born kemudian menanyakan kemungkinan eksperimentalnya kepada James
Franck (1882-1964), rekan sekerjanya, yang memberi tanggapan mendukung
dengan menunjuk pada teka-teki hasil percobaan Clinton J. Davisson
(1881-1958) dan asistennya Charles H. Kunsman dari Amerika Serikat pada
1922 dan 1923. Keduanya mengamati bahwa permukaan logam yang ditembaki
dengan berkas elektron selain memancarkan kembali elektron-elektron
dengan tenaga yang sangat rendah, ternyata ada pula yang memiliki tenaga
sama dengan elektron semula.
Teka-teki ini kemudian terjelaskan oleh Walter Elsaser, mahasiswa Born,
pada tahun 1925 dalam sebuah makalah ringkas dengan menggunakan
gagasan gelombang de Broglie. Namun sayang, para fisikawan eksperimen
tidak terkesan dengan tafsir ulang ini terhadap data percobaan mereka –
apalagi oleh seorang mahasiswa berusia 21 tahun yang sama sekali belum
dikenal.
Dukungan dan hadiah Nobel
Pada tahun 1926 barulah nampak suatu terang! Erwin Schrodinger
(1887-1961), fisikawan teori Austria, merumuskan suatu persamaan
matematika yang mengendalikan kelakuan rambatan gelombang partikel dalam
berbagai sistem fisika. Ini sama halnya dengan persamaan gerak Newton
dalam mekanika Newton (klasik) yang mengendalikan kelakuan gerak
partikel.
Karya Schrodinger ini melahirkan mekanika baru yang dikenal sebagai
mekanika gelombang atau lazimnya disebut mekanika kuantum. Penerapannya
pada struktur atom berhasil menjelaskan berbagai data pengamatan dengan
begitu mengesankan, tanpa dipaksa, sehingga menyentakkan para
fisikawan untuk menerima gagasan de Broglie.
Dukungan berikutnya datang dari Amerika Serikat, oleh Clinton J.
Davisson dan Lester H. Germer (1896 – ?.), yang menerbitkan hasil
percobaan mereka pada 1927, bahwa elektron memang memperlihatkan
perilaku gelombang. Bukti yang sama tetapi dengan metode percobaan yang
berbeda juga dilaporkan oleh George P. Thomson (1892-1975) dari Inggris
pada waktu itu.
Dukungan bukti-bukti percobaan ini kemudian mengukuhkan penerimaan
gelombang partikel yang diikuti dengan dianugerahkannya hadiah Nobel
Fisika (tunggal) 1929 bagi Louis de Broglie. Suatu penghargaan keilmuan
bergengsi yang patut bagi karya ilmiahnya yang begitu revolusioner.
Duc Prinz Louis de Broglie
Louis Victor Pierre Raymon de Broglie lahir pada 15 Agustus 1892 di
Dieppe, Perancis. Keturunan de Broglie, yang berasal dari Piedmont,
Italia barat laut cukup dikenal dalam sejarah Perancis karena mereka
telah melayani raja-raja Perancis baik dalam perang dan jabatan
diplomatik selama beratus tahun.
Pada 1740, Raja Louis XI mengangkat salah satu anggota keluarga de
Broglie, Francois Marie (1671-1745) sebagai Duc (seperti Duke di
Inggris), suatu gelar keturunan yang hanya disandang oleh anggota
keluarga tertua. Putra Duc pertama ini ternyata membantu Austria dalam
Perang Tujuh Tahun (1756-1763). Karena itu, Kaisar Perancis I dari
Austria menganugerahkan gelar Prinz yang berhak disandang seluruh
anggota keluarga de Broglie.
Dengan meninggalnya saudara tertua Louis, Maurice, juga fisikawan
(eksperimen), pada 1960, maka Louis serempak menjadi Duc Perancis (ke-7)
dan Prinz Austria.
Louis mulanya belajar pada Lycee Janson de Sailly di Paris dan
memperoleh gelar dalam sejarah pada 1909. Ia menjadi tertarik pada ilmu
pengetahuan alam karena katanya, “terpengaruh oleh filsafat dan
buku-buku Henry Poincare (1854-1912)”, matematikawan besar Perancis.
Pada 1910, Louis memasuki Universitas Paris untuk menyalurkan minatnya
dalam ilmu pengetahuan. Tahun 1913 ia peroleh licence dalam ilmu
pengetahuan dari Faculte des Sciences. Studinya kemudian terputus
karena berkecamuknya Perang Dunia I. Barulah pada usia 32, Louis meraih
gelar doktornya dalam fisika teori dengan tesis tentang gelombang
partikel di atas. Ia kemudian memulai karier mengajarnya di Universitas
Paris dan Institut Henry Poincare pada 1928.
Atom untuk perdamaian
Pada 1945, Louis dan kakaknya Maurice diangkat sebagai anggota dewan
Komisi Tinggi Tenaga Atom Perancis. Mereka menaruh perhatian besar pada
pengembangan tenaga atom untuk tujuan damai dan mempererat pertalian
antara ilmu dan industri.
Hingga akhir hidupnya, Louis de Broglie menjabat sebagai sekretaris
tetap pada Akademi Ilmu Pengetahuan Perancis. Dalam jabatannya ini ia
tetap mendesak badan tersebut mempertimbangkan secara mendalam berbagai
akibat berbahaya dari ledakan bom hidrogen (termonuklir).
Perhatiannya yang begitu besar terhadap ilmu pengetahuan dan perdamaian
membuat ia patut dikenang oleh setiap pecinta ilmu dan perdamaian!
Louis de Broglie : Perintis Kuantum Terakhir
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar